Wednesday, September 22, 2004

Jangan pernah merasa "lebih baik"

Assalamu'alaikum.

Seorang kawan berkisah :

Ada seorang Ibu, begitu dalam cintanya pada anaknya,
Remaja usia tujuh belas tahun,
Disuruhnya sang anak menuntut ilmu,
Apalagi ilmu agama.

Pulang dari mengkaji,
Ia sampaikan pada Ibunya,
"Ibu harus berjilbab !!!"

Sang Ibu terperangah,
Sabar didengarkannya segala ucapan anaknya,
Lalu disampaikannya apa yang ia yakini,
Mengapa ia kini belum berjilbab

Sang Anak lalu berkata,
" Ibu tidak patuh pada Allah
Ibadah Ibu sia-sia
Ibu tidak ber-Islam dengan kaffah"

Dipalingkannya wajahnya dari sang Ibu
Tidak mau lagi ia berkata-kata
Mana kah seorang HAMBA ALLAH
Akan mau berkawan dengan HAMBA IBLIS
Yang tidak mau patuh pada segala perintah Allah

Bercucuran air mata ibu,
Buah hatinya meninggalkan ia !
Mengapa Allah mengambil jantung kasihnya ....

Wahai Ibu,
Ibu yang telah berpayah-payah,
Mengandung sang putra, sembilan bulan sepuluh hari

Wahai Ibu,
Yang tiap malam diganggu tidurnya,
Saat sang kekasih masih bayi,
Disusuinya sang karunia Allah,
Walau gigi yang mulai tumbuh,
Melukai puting susumu

Wahai Ibu,
Tiada orang serupa engkau,
Mana ada orang bersedia memberikan,
Barang paling mulia dengan kotoran,
Kau curahkan kasihmu,
Tapi sang anak balas kamu,
Dengan kencing dan kotorannya

Wahai Ibu,
Relakan putramu pergi dengan jalannya
Tidak ada haknya
Untuk menilai seperti apa engkau
Sungguh pun ia mampu beramal dalam setiap hembus nafasnya,
Tidak pernah ia akan mampu mengejar keikhlasan
Seorang Ibu pada anaknya

Keikhlasan yang mendamaikan bumi,
Keikhlasan yang mendekatkan langit,
Keikhlasan yang membuat malaikat bertasbih

Mulai ini hari,
ALLAH- lah penghiburmu
Jangan-lah bersusah lagi

Kemuliaanmu menabiri segala yang harus ditabiri
Duhai,
Sehelai kain meredupkan cahya surga,
Ketika seorang putra,
Merasa dirinya lebih mulia,
Manakala ia sudah mulai bisa berkata-kata,
Dan dihamburkannya hukum-hukum Allah,
Dilantangkannya suaranya,
Mana pantas ia berkata demikian,
Sungguh pun hanya dalam angan

Oh, Ibu
Curahkan lautan maaf-mu
Pada durjana yang merasa dirinya terlebih mulia,
Dari dirimu

Oh, Ibu
Biarkan angin meniup rambutmu,
Yang tak kau tutupi
Biarkan setiap kibas rambutmu,
Menjadi tasbih bagi kemuliaan Allah

Oh, Ibu
Sungguh cintamu lebih dari
Sehelai kain penutup kepalamu

Mulia engkau
Kulihat engkau dalam kilauan
Cahaya-cahaya surgawi

Tuhan beserta ibu,
( Biarlah sang putra pergi .......)

Wass
Rimata
(Terinspirasi sebuah kisah, seorang Ibu yang dicerca anaknya, karena tidak berjilbab)