Friday, July 22, 2005

The way of my life...

Makin hari makin gak jelas nih jalan hidupku. Gonjang-ganjing gak tentu arah. Status masih gak berubah "pengangguran". Biar gitu, aku masih termasuk pengangguran "bahagia" karena ternyata di luar sana masih banyak sekali pengangguran yang kurang "bahagia". Biasanya pengangguran kurang bahagia gini sudah punya tanggungan alias sudah berkeluarga.

Sebenarnya aku bukan orang yang "bahagia" banget. Semenjak aku keluar kerja, aku nggak bisa lagi "NABUNG". Sebelumnya setiap kali aku terima gaji... minimal separoh gajiku aku tabung biarpun nantinya juga bakalan susut karena diambilin terus lewat ATM. Pernah juga aku akalin biar uang tabungan nggak aku ambilin pake ATM. Caranya aku buka rekening di kampung, buku tabungan aku tinggal di kampung. Di Jakarta aku bisa setor tapi gak bisa ambil. Hingga pada akhirnya, tabungan yang sudah terkumpul harus aku relakan buat pernikahan kakakku. Terakhir di tabunganku tinggal tersisa 100 ribu saja.

Saat ini aku hidup dari hasil kerja part time (kerja nggak menetap) benerin komputer orang dan kantor. Hasilnya lumayan meski nggak tiap hari ada job. Tapi sesungguhnya model kerja seperti inilah yang aku harapkan. Kalo datang ada hasil, kalo gak datang gak dapet apa-apa. Tawaran kerja dari beberapa teman dan relasi sebenarnya ada, tapi aku masih ragu-ragu untuk mengambilnya. Aku terlanjur menikmati kerja part time-ku yang sebelum aku keluar dari kantorku sudah menjadi kerja sampinganku.

Kalo dipikir-pikir, jenis pekerjaan apapun bagiku nggak ada masalah asal aku mampu. Gaji-pun aku nggak menetapkan tinggi-tinggi amat, minimal sama dengan gajiku sebelumnya (gaji sebelum keluar kerja). Yang terpenting aku nggak terikat; terikat kontrak, terikat aturan, terikat waktu, dsb. Yang terakhir inilah yang sebenarnya gak disukai orang/perusahaan, mana ada sih perusahaan nggak punya aturan?!? Mau kerja ya mesti ngikutin prosedur perusahaan. Sampe-sampe temenku harus merelakan rambut kesayangannya yang gondrong dipotong pendek gara-gara kena SP dari tempatnya bekerja. Hehhehee...

Seingatku, selama aku kerja di kantorku dulu.... hanya di awal-awal kerja saja aku tampil rapi. Selebihnya aku cuman pake kaos/baju yang gak pernah dimasukin, celana jeans atau celana gunung (celana yang banyak kantong-nya) dan pake sepatu cat atau sandal. Waktu ngelamar kerja di Menteng, gak jauh-jauh amat dari penampilan seperti itu. Sekarangpun juga begitu, nggak berubah sama sekali. Bisa lebih parah barangkali :)

Jadi,....
Biarkan aku yang memilih... kalo cocok aku ambil, gak cocok aku tinggal (take it or leave it)

Monday, July 18, 2005

Pengangguran Banyak Acara...

Tadi pagi aku baru tiba di kota Jakarta setelah sebelumnya 5 hari berada di kampungku Wonogiri dan 2 hari-nya lagi mondar-mandir di kota Jogjakarta. Gak ada acara khusus atas kepulanganku ke kampung, hanya kebetulan saja di kampung ada tetangga yang hajatan nikahin anak bungsunya. Sedang di Jogjanya sekedar jalan-jalan alias "piknik ngirit".

Setibanya aku di Jakarta, aku masih menyandang gelar sebagai "PENGANGGURAN". Bukan masalah buat aku menjadi pengangguran, yang penting bisa survive dalam kondisi nganggur. Mungkin malah aku lebih kaya dari orang yang tiap hari "kerja mati-matian, berangkat pagi pulang malam, gaji mini buat bayar kontrakan & kreditan, tiap bulan dikejar-kejar setoran, tak ada sisa uang buat jajan apalagi jalan-jalan". Orang gini gimana bisa dikatakan kaya, harta boleh lebih tapi kalo batin gak tenang apa bisa disebut kaya?!?

Aku masih bisa jajan lho, malah bisa jalan-jalan segala. Beliin buku-buku dan alat tulis buat ponak2-an alhamdulillah masih rutin aku lakukan setiap ajaran baru tiba. Artinya aku masih bisa berbagi kekayaan dengan orang lain. Katanya apa yang kita miliki tidak sepenuhnya milik kita sendiri.
Ada 3 hal yang menjadi milik kita atas harta kita (Kaya tanpa Bekerja; Safak Muhammad) :
1. Apa yang kita makan kemudian habis,
2. Apa yang kita pakai kemudian hancur,
3. Apa yang kita sedekahkan kemudian kekal.

Takut NGANGGUR?!?!? Tentu tidakkkkkkkk.....!!!!

Saturday, July 02, 2005

Khayalan Tingkat Tinggi...

Kata orang "Gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit". Nah, aku juga nggak mau ketinggalan buat menggantungkan cita-citaku "setingkat lebih tinggi" dari bintang di langit. Rasanya nanggung kalo cuman ngikutin kata orang, sama-sama setinggi bintang di langit. Tinggian dikit dong!!!

Nah, belakangan ini aku banyak berkhayal jadi wirausahawan. Sebenarnya bukan khayalan baru sih, tapi jauh sebelum aku keluar dari sekolah aku sudah berkhayal seperti ini. Boleh dibilang, ini khayalan lanjutan. Istilah sinetronnya episode, kalo di olah raga bisa ronde ato babak :D Terserah orang mau mengistilahkan apa. Yang jelas, ini bukan khayalan baru.

Dulu sebelum aku menyelesaikan sekolah di sebuah SMK Negeri di Jogja, aku sudah "ancang-ancang" untuk merintis usaha mandiri. Beberapa buku keterampilan aku beli di bekas Shopping Center, diantaranya buku beternak Mina Ayam, beternak bebek, beternak burung puyuh, menanam cabe dan satu buku lagi lupa judulnya. Yang lebih keren, ada buku keterampilan bikin miniatur pesawat dari kayu dan reparasi peralatan elektronik. Kalo reparasi sepeda, aku sudah biasa memperbaiki sepeda sejak SD.

Khayalanku tertunda ketika aku ditawari kursus komputer + belajar nyetir mobil di Jogja. Memang kedua keterampilan itu nggak ada ruginya buat aku, nyatanya dulu sebelum aku hijrah ke Jakarta aku sudah jadi sopir pribadi. Jadi sopir bribadi ternyata capek bin melelahkan, apalagi keterampilan nyetirku juga gak begitu bagus. Kalo sopir profesional mundurin mobil tinggal liat kaca spion, kalo aku kudu ngeluarin kepalaku. Kalo cuaca pas panas ya kepanasan, kalo pas hujan jelas basah. Trus soal keterampilan komputer alhamdulillah nggak ngecewain banget. Setidak-tidaknya program-program perkantoran gak kaku-kaku amat, ngetik juga gak 11 jari (maklum jariku cuman 10), program multimedia dan internet juga bisa, bongkar komputer bisa... pasang komputer juga sanggup. Kalo pemrograman, ampun deh... tobatttt!!! Padahal dulu waktu kursus justru pemrograman jadi pelajaran utama. Mungkin karena males belajar, jadinya logikaku gak jalan.

Sebenarnya yang lebih tragis keterampilan yang aku dapat dari bangku sekolah. Bayangin saja, aku sekolah di bidang permesinan tapi nggak pernah pegang mesin. Sayang banget kan!!! Keenakan di depan komputer sih, gak kepanasan dan kehujanan, gak bakalan kotor oleh oli dan gemuk. Benar-benar melenakan. Padahal dulu waktu aku ujian kopetensi nilaiku cukup bagus lho (sombong dikit gak apa-apa kan?!?). Dan perlu diketahui juga, niatku masuk sekolah kejuruan juga karena punya pikiran gini, kalo nggak bisa diterima kerja di perusahaan, bisa bikin usaha sendiri. Artinya, sebelum lulus SMP-pun aku sudah punya angan-angan buat wirausaha.

Sekarang statusku jadi pengangguran. Khayalanku kembali muncul di benakku dan semakin kuat dengan provokasi dari buku-buku dan situs-situs penyebar virus entrepreneur (wirausaha). Niat cari kerja terhenti seketika, apalagi tadi aku baca di www.kompas.com bahwa PT. Sanyo Indonesia akan berhenti beroperasi alias tutup dan 10.000 karyawannya di seluruh dunia bakalan di PHK. Sebelumnya PT. Sony juga memindahkan pabriknya ke Malaysia dan beberapa bulan yang lalu 14 perusahaan asing yang beroperasi di P. Batam juga hengkang karena tingginya pajak yang harus dibayar. Berarti aku nggak sendirian jadi pengangguran, ribuan bahkan jutaan pengangguran dan calon pengangguran (biasanya musim kelulusan banyak pencari kerja) menjamur. Lapangan kerja semakin sedikit, yang cari kerja justru yang banyak. Kesannya ngeri banget memang, tapi itu adalah fakta nyata.

Berkaca diri bahwa aku juga seorang pengangguran sebenarnya bisa aku hapus saat ini juga. Mantan Boss-ku masih mengharapkan aku kerja di tempatnya. Tapi aku menolaknya, aku memang nggak ada niat sama sekali buat kembali bekerja padanya. Sebenarnya dari segi gaji, cukup lumayan. Apalagi aktivitas kantornya boleh dibilang nggak padat, banyakan ngurusin urusan pribadi boss. Tapi justru karena itulah aku nggak betah, aku jadi dekat dengan boss membantu dia menyalurkan hobi "nguprex" komputer. Boleh dibilang aku perpanjangan tangan boss. Urusan komputer semua aku, mulai dari beli yang bertele-tele dengan orang toko sampai ikut bantuin pasang komputernya hingga nyala. Mending kalo dikerjainnya jam kantor (jam 09:00 - 17:00), kadang sampai larut malam. Gimana nggak cape!!!

Dengan alasan itulah aku mengundurkan diri. Sebelum aku mengundurkan diri, aku pernah bilang sama temanku bahwa aku nggak butuh surat keterangan kerja dari kantor ini. Aku pernah bilang sama dia kalo aku nggak akan ngelamar kerja lagi. Cukup di sini saja aku kerja untuk orang lain, kalo bisa merintis apa yang pernah menjadi cita-citaku "Wirausaha" meskipun harus bergumul dengan lumpur, bermandikan terik mentari dan hujan. Usaha kecil nggak apa-apa. Kata orang "besar itu awalnya dari hal-hal kecil". Tapi aku nggak mau kalo hanya kecil, aku masih bisa berkhayal untuk jadi besar. Mimpi-mimpiku pun juga harus besar.

Jadi, mulai saat ini aku nggak mau membatasi khayalan dan mimpi-mimpiku. AKU PASTI BISA!!!

Friday, July 01, 2005

Tentang Buku...

Beberapa hari ini aku mondar mandir di Istora Senayan buat sekedar refreshing mengisi waktu yang kosong selama jadi pengangguran. Dari tanggal 25 Juni sampai tanggal 3 Juli 2005 ada event Jakarta Book Fair 2005. Pesertanya cukup banyak dengan koleksi buku yang beraneka ragam mulai dari buku anak-anak, buku remaja, buku agama, buku-buku Islami, Ensiklopedia, buku-buku keterampilan dan masih banyak lagi. Justru yang nggak ada di sana buku-buku pelajaran anak sekolahan. Kalopun ada jumlahnya sedikit.

Aku sebenarnya bukanlah kutu buku, malah boleh dibilang nggak suka baca buku. Dari buku-buku sekolah yang dulu aku punya sewaktu SD, SMP dan STM, rasanya nggak ada satu buku-pun yang aku baca sampe habis. Kalopun ada, justru buku-buku yang aku beli setelah lulus sekolah yang jumlahnya nggak seberapa banyak. Pernah waktu masih sekolah di Jogja, aku beli majalah ANGKASA dan majalah Teknologi Strategi Militer bekas. Kalo untuk majalah macam ginian, dari halaman sampul sampai halaman buntut bisa aku baca semuanya. Maklum aku suka artikel yang berbau teknologi perang modern.

Kembali ke soal Jakarta Book Fair, selama berlangsungnya event itu aku sudah beli 2 buah buku. Buku berjudul "Diary Kehidupan 3" aku beli hari ke 3 setelah pembukaan, sedang buku berjudul "Kaya Tanpa Bekerja" aku beli kemarin sore. Meskipun buku kedua aku beli belakangan, tapi aku sudah hampir selesai membacanya. Buku "Kaya Tanpa Bekerja" isinya sangat bagus, provokatif dan bahasanya mudah dipahami. Aku nggak mau mengurai isi bukunya di sini, nanti dikira promosi. Tapi menurut aku, judul buku nggak sesuai dengan isinya.

Eh, ada yang aneh. Ternyata aku lebih bisa membaca buku kalo di tempat rame. Misalnya di pinggir jalan, di mall atau tempat keramean lainnya. Kalo baca buku di tempat sepi biasanya gak konsen, malah menghayal ke mana-mana sampe ke yang jorok segala :D. Apalagi kalo deket-deket komputer online, jangan harap buku bakalan aku baca, lebih asikan chatting & browsing.

Sedih memang, umur sudah 1/4 abad tapi minat baca rendah. Jumlah buku yang aku baca juga sedikit banget... amat sangat sedikit banget malahan. Ada teman yang punya hobi baca, satu minggu 1 buku. Berarti kalo satu bulan ada 4 minggu, sudah 4 buku dia baca. Nah, kalo aku satu bulan 1 buku saja sudah terlalu bagus. Padahal belum tentu satu bulan aku beli buku. Parah banget kan!!!!

Enak kali ya kalo ada yang mensuplay aku buku-buku gratis, sapa tau dengan buku gratisan bisa bikin minat bacaku naik. Aku juga punya niat buat bikin perpustakaan di Mushola kampungku. Niat itu keluar waktu aku pulang kampung sebulan yang lalu. Hanya saja kalo mengandalkan buku-buku bacaanku, rasanya koleksinya gak bakalan berkembang. Ada yang mau menyumbang?!? Itung-itung beramal. Kalo bisa buku-buku untuk anak-anak dan remaja.

Yang mau nyumbang bisa menghubungi aku di HP 08161126125 atau lewat email djonkjava@yahoo.com.

Kesederhanaan Si Kaya

Jangan liat bahasanya, maklum nulisnya sambil terkantuk-kantuk!!!

Orang kaya identik dengan hal-hal yang berbau kemewahan. Tampil necis, bersih dan yang dibawanya serba produk masa kini. Mengendarai mobil mewah dengan menenteng HP terbaru berharga jutaan rupiah. Ke mana-mana dipandang terhormat oleh orang yang melihatnya.

Tapi berbeda dengan bapak ini. Kemarin sore dia datang ke bekas kantorku dengan beberapa karyawannya untuk memperbaiki mobilnya yang dipake sang putra. Tampil hanya dengan bercelana pendek, berkemeja dengan kancing baju yang dibiarkan terbuka hingga perutnya yang buncit tampak menyembul keluar. Mobilnya memang terbaru, Kijang Innova dengan menenteng HP Nokia 6110. Orang pasti tahu HP Nokia tipe itu keluaran tahun berapa. Padahal kalo beli Nokia sekelas Communicator 9500 cukup mudah baginya.

Dengan penampilan seperti itu, tak ada yang bakalan mengira kalo dia seorang pengusaha kaya dengan berbagai jenis usaha tersebar di Jakarta dan wilayah-wilayah lain di Indonesia (meskipun tidak 100% miliknya). Orang Indonesia tentunya tahu Taman Impian Jaya Ancol atau perumahan Bintaro Jaya. Keduanya berada di bawah naungan PT. Pembangunan Jaya. Atau Hotel Horizon dan Mall Metropolitan yang sama-sama dibawah bendera PT. Metropolitan Land. Entah tersebar di mana lagi saham miliknya bertebaran. Yang jelas, antara kekayaan dan ketenarannya tak sebanding dengan penampilannya. Ada yang mengatakan "Tampang Desa Rejeki Kota". Memang cocok ungkapan itu baginya.

Keluarganya pun hidup sederhana. Rumahnya juga bukan bangunan baru. Di dalam rumahnya memang berjajar hampir selusin mobil, tapi separuhnya merupakan mobil tua koleksinya. Berangkat ke kantornya yang berada di kawasan Thamrin pun tanpa diantar sopir, apalagi pengawal pribadi. Mungkin karena tampil sederhana itulah yang menjadikan dia aman kemanapun dia pergi.

Istrinya seorang wanita yang sabar dan penyayang. Dengan rambut yang sudah memutih, tak menjadikan dia lemah dalam mengurus rumah tangganya. Pernah suatu ketika aku dipanggil ke rumahnya untuk memperbaiki komputer cucunya yang rusak. Ketika aku berada di ruang komputer, dia menemani aku beserta beberapa karyawannya. Melihat aku lagi batuk, dia tanya ke aku apakah aku sudah minum obat apa belum? Juga menanyakan obat batuk yang cocok untuk aku. Aku jawab kalo aku sudah minum obat batuk. Tapi karena batukku nggak cuma sekali dua kali, akhirnya dia bergegas mengambil obat batuk simpanannya. Aku bersikeras untuk tidak minum obat itu, alasanku obat batuk cair nggak cocok untuk aku. Mungkin karena kasihan melihat aku batuk terus, tanpa aku duga dia berniat menyuapi aku sesendok obat batuk miliknya. Aku bener-bener keki dan malu. Akhirnya aku ambil sendok + obat di tangannya dan langsung aku minum. Dia juga tak pernah sungkan menyuruh aku makan setiap kali selesai memperbaiki komputer. Dalam hatiku, sungguh beruntung sekali punya orang tua seperti mereka.

Semoga Tuhan senantiasa menjaga dan melindungi Pak Krisman beserta keluarganya. AMIN