Saturday, June 25, 2005

Siapa yang ngirim SMS?!?

"Djonk, saiki dirimu ning ndi? Msh d jkt apa dah blk kampung?Aq lg dlm pjlnan k sby neh, skalian cr krj, aq td kna mrh bos. Ga kuat aq."

Tulisan di atas adalah bunyi SMS yang aku terima tadi sore sewaktu aku di atas bus jurusan Blok M - Slipi. Jika dibahasa Indonesiakan dengan kata-kata yang lengkap, kira-kira begini artinya "Djonk, sekarang dirimu di mana? Masih di Jakarta apa dah balik kampung? Aku dalam perjalanan ke Surabaya neh, sekalian cari kerja, aku tadi kena marah bos. Gak kuat aku". Djonk adalah nickname-ku di dunia maya.

Aku tidak tau siapa pengirim SMS tersebut. Aku tidak bisa langsung balas karena pulsaku pas lagi kosong. Tinggal tersisa 190 rupiah. Sedangkan biaya per SMS 350 rupiah. Jelas gak cukup. Aku mencoba menebak-nebak siapa yang mengirim SMS tersebut. Ada 3 orang teman yang terbayang di otakku saat itu, Rony dan pasangan suami istri Mas Didi + Mbak Nurul. Mereka sama-sama berasal dari Surabaya atau daerah sekitar Surabaya.

Pening juga menebak-nebak pengirim SMS tersebut. Pertamanya aku menebak itu SMS-nya Rony, tapi dari bahasa penulisannya lain banget. Biar orang Jawa Timuran, dia biasa make "Loe - Gua", bukan "Aku - Kamu". Dugaan kedua, pengirim SMS itu adalah Mbak Nurul. Dari bahasa penulisannya, sepertinya seorang perempuan. Tapi masa iya Mbak Nurul kena marah sama boss-nya. Aku mengenalnya dia orangnya baik, juga pernah diajak boss-nya tugas ke Australia. Gak mungkin dia!!! Kalo mas Didik rasanya juga gak mungkin sekali. Masa kena marah saja sampe pulang ke Surabaya, emang Mbak Nurul mau ditinggal sendirian di Jakarta?!?

Saking penasarannya, uang hasil lembur benerin komputer di Kampus Blok M yang baru saja aku terima aku bela-belain buat beli pulsa cuman buat ngecek pemilik nomer itu. Aku coba bales SMS itu, tapi nggak ada balesan sama sekali. Aku SMS Rony ternyata dia masih di Jakarta. Mau SMS mbak Nurul ato Mas Didik aku ragu-ragu banget. "Besok saja lah, barangkali ada jawaban", begitu pikirku.

Tengah malamnya Mas Aris yang ada di Jerman PM aku lewat Yahoo Messenger. Aku ceritakan ke dia tentang SMS itu. Kebetulan dia kenal Mbak Nurul dan Mas Didik karena mereka memang temenan. Tapi dia juga nggak yakin kalo yang ngirim SMS itu Mbak Nurul ato Mas Didik. Disaat chatting itulah aku mencoba telpon ke nomer pengirim SMS itu. Pas diangkat, aku nggak mengenali suaranya. Baru pas aku tanya nama, ternyata dia Mbak Tutut yang tidak lain adalah teman chattingku dari Jogja. Aku baru sadar kalo dia sudah tunangan dengan orang Surabaya.

Pffff... lega rasanya bisa mengetahui pengirim SMS-nya. Tapi aku masih ada "sedikit" pertanyaan yang juga bikin aku "sedikit" penasaran. Separah apakah kesalahan Mbak Tutut sampai dia keluar dari pekerjaanya?!? Kalo aku mintakan jawaban ke Mbak Tutut sekarang rasanya nggak sopan. Kasihan dia, pasti lagi nyenyak-nyenyaknya tidur. Lain kali saja lah. Lagian kalo telpon pake HP kan mahal. Maklum Pengangguran mesti banyak berhemat :D. Besok-besok saja ditanyain ke Mbak Tutut lewat SMS.

Hoahemmmmmmmm........... NGANTUK!!!!

Thursday, June 23, 2005

Mbak, kamu di mana?!?

Aku punya seorang kakak perempuan namanya Suranti. Umurnya hanya terpaut 1 tahun denganku. Karena umur yang hampir sama itu, aku biasa manggil dia namanya saja “Sur”. Sewaktu kami masih balita, kami selalu bermain bersama. Yang unik, mainan dan pakaian pun sama. Kalo ibu membelikan dia boneka, aku juga dibelikan boneka yang sama. Kalo dia dibelikan pakaian anak perempuan, aku juga dibelikan dengan model yang sama. Pokoknya segalanya hampir sama. Baru setelah kami masuk sekolah, kami mulai tampil beda.

Kedekatanku dengan dia terputus ketika dia lulus SD. Dia pindah ke Tegal untuk sekolah sekaligus merawat wanita tua. Sedangkan aku sendiri setelah lulus SD juga pindah ke Jogja untuk bekerja sekaligus melanjutkan sekolah. Selama kami sekolah, kadang-kadang kami berkirim kabar lewat surat.

Tiga tahun lebih dia di Tegal. Setelah lulus SMP, dia ada tawaran kerja di Jakarta. Sedangkan aku sendiri masih melanjutkan study di sekolah kejuruan. Tahun 2000 setelah study-ku rampung, aku pindah ke Jakarta untuk bekerja.

Tanggal 7 Maret 2002, teman kerjanya (Riyadi dan Mulyadi) mengabarkan kalo Sur belum pulang setelah diajak bergi sama 2 orang kenalan barunya. Sontak aku panik saat itu. Teman-teman kerjanya juga was-was dengan nasib kakakku. Mereka mencari kakakku dengan berbagai cara. Ada yang lewat peramal, ada juga yang lapor ke polisi. Sedangkan aku sendiri bolak balik kantor – tempat kerja kakaku untuk meminta informasi yang lebih detail.

Hari terus berganti. Beberapa kerabat dan saudaraku aku kabari. Hanya ibuku yang tidak aku kasih kabar. Takut dianya shock. Bapakku setelah mendengar berita itu hari-harinya murung terus memikirkan putri kesayangannya yang entah ada di mana.

Empat hari kemudian, Sur menelepon tempat kerjanya. Dia mengatakan kalo dia dalam kondisi baik-baik saja. Tapi dia tidak mau menyebutkan alamat lengkapnya. Hanya ngasih patokan bahwa dia ada di daerah Tebet. Dengan berbekal informasi itu, teman-teman kerjanya langsung ke peramal untuk memastikan keberadaan kakakku. Mereka percaya saja apa kata peramal-peramal yang mereka mintai bantuan. Beberapa teman kerjanya kemudian bergegas mencari kakakku ke daerah Tebet. Aku sendiri masih penasaran dengan nomor telepon yang dipake kakakku untuk menelepon ke tempat kerjanya. Kebetulan di tempat kerjanya, nomor penelepon tercatat di layar telepon. Aku lupa nomor teleponnya, tapi yang jelas nomor yang dia pake adalah nomor wartel dari daerah Cipinang Muara. Hanya saja pihak operator telepon tidak bisa memberikan alamat lengkap wartelnya.

Besoknya aku mencari kakakku di daerah Cipinang Muara barangkali dia berkeliaran di daerah itu. Tapi seharian aku di daerah itu, aku tidak menemukannya. Bahkan beberapa orang yang aku kasih foto kakaku tidak ada yang melihatnya.

Beberapa minggu berlalu. Keberadaan kakakku masih belum jelas. Teman-teman kerjanya sudah capek mencarinya. Aku sendiri sudah kehabisan akal untuk menemukannya. Hanya doa setiap habis sholat yang bisa aku lakukan, berharap Tuhan mau menunjukkan keberadaan kakakku. Di kantor, teman-teman kantorku menyarankan aku untuk pergi ke orang pintar. Mereka menyuruhku membawa potongan rambut, foto atau baju yang dia kenakan sebagai syarat untuk pergi ke orang pintar. Tapi semua itu tidak aku turuti. Aku masih percaya pada keyakinanku bahwa aku pasti bisa menemukan kakakku dengan caraku sendiri.

Sebulan kakakku tidak ketahuan rimbanya. Saudara dan kerabatku makin mencemaskan dia. Setiap kali dia telepon ke aku atau ke rumah Pakdhe di Bekasi, dia tidak mau menyebutkan alamat lengkapnya. Bekas tempat kerjanya di daerah Palmerah pernah didatangi kakakku tapi untuk meneleponku, pemilik rumah makan itu tidak ingat nomor kantorku. Dia datang ke bekas tempat kerjanya untuk meminjam uang. Aku jadi khawatir, jangan-jangan kakaku sudah terlibat sekandal penipuan.

Pernah suatu hari dia menelepon kantorku. Kebetulan aku yang mengangkatnya. Dia mengatakan kalo dia butuh duit untuk kursus menjahit. Aku sanggupi saja permintaannya. Dia minta alamat kantorku karena dia sendiri yang akan mengambil duitnya.

Tanggal 11 April 2002, kira-kira jam 2 siang kakakku menelepon ke kantorku. Dia bilang kalo dia tidak bisa ambil duitnya ke tempatku. Dia maunya duit dianter ke Blok M tepatnya di telepon umum depan Bank BRI Blok M. Saat itu juga aku segera ke sana dengan hanya membawa tas pinggang dan HP tanpa charger. Benar juga, ternyata dia sudah menungguku di sana dengan seorang teman perempuannya yang mengaku berasal dari Cepu. Aku rangkul dia. Tangisku pun pecah. Anehnya, kakakku sama sekali tidak menangis apalagi keluar air mata. Orang-orang sekitar memandangi kami berdua. Mereka mengira kami korban pencopetan.

Aku membujuknya untuk pulang kampung. Aku bilang padanya kalo semua orang mencemaskannya. Tapi dia bersikeras untuk tidak pulang. Dia maunya balik ke Tebet. Tapi aku tidak kehilangan akal. Bagaimanapun juga dia harus pulang. Aku menjanjikan separuh gajiku untuk dia asal dia mau pulang ke Ibu. Alhamdulillah bujukanku berhasil.

Dengan menumpang taksi, aku berangkat ke Pool Bus Gajah Mungkur di Cibitung Bekasi. Tapi tidak langsung ke Cibitung karena temannya tidak mau ikut pulang. Dia minta diantar ke Kampung Melayu. Akhirnya permintaan temennya aku penuhi. Setelah temannya turun dari taksi, aku minta sama sopir taksi untuk berhenti di ATM Mandiri karena saat itu aku tidak membawa uang cukup. Hanya 50 ribu rupiah yang ada di dompetku. Alhamdulillah akhirnya aku menemukan ATM yang aku cari. Aku ambil uang secukupnya. Saat aku mengambil uang, pak sopir aku minta menjaga kakakku agar tetap di dalam mobil.

Setiba di pool Bus Gajah Mungkur, aku membeli tiket bus. Yang tersisa tinggal kelas Big Top yang harga tiketnya 100 ribu per orang. Bus kelas di bawahnya sudah penuh. Begitu tiket aku dapat, aku langsung telpon Pakdhe dan Boss-ku. Aku minta ijin untuk mengantar pulang kakaku.

Perjalanan pulang tidaklah mulus tanpa halangan. Sekeluarnya dari tol Cikampek, segerombolan penjual makanan ringan masuk ke dalam bis. Mereka mengaku bekas tahanan dengan menunjukkan kartu tahanan yang mereka miliki. Mereka memaksa seluruh penumpang untuk membeli jualannya. Bau alkohol tercium dari mulut mereka. Setiap 5 bungkus makanan, penumpang harus membayarnya dengan harga 20 ribu rupiah. Tapi kami bersyukur bahwa kami berdua malah dapat 8 bungkus makanan dengan jumlah uang yang sama. Sewaktu preman itu hendak membangunkan kakakku yang sedang tidur, aku membentak mereka. Aku mengatakan bahwa dia kakakku. Entah setan dari mana yang datang hingga aku berani membentak preman-preman sialan itu.

Setiba di rumah, kami disambut isak tangis saudara-saudaraku. Hanya ibuku yang tampak heran dengan kedatangan kami karena kami tidak membawa bekal apa-apa. Kakakku hanya membawa tas kecil yang hanya muat dompet saja. Sedangkan aku hanya membawa tas pinggang yang hanya berisi HP. Oleh-oleh yang aku bawa hanya makanan yang aku beli di bus.

Ibuku seolah-olah linglung dengan kedatangan kami. Ternyata dia sama sekali tidak tau kejadian yang menimpa kakakku. Bapak yang tidak pernah menangis aku lihat dia tampak mengeluarkan air mata. Aku menjelaskan ke ibuku dengan tangis sesenggukan. Begitu mendengar ceritaku, ibuku juga tak bisa menahan tangisnya. Dipeluknya putri kesayangannya erat-erat. Akupun berpesan kepada seluruh keluargaku untuk menjaga Sur sebaik-baiknya. Dia aku larang untuk balik ke Jakarta selain atas ijinku.

Enam bulan berikutnya Sur meneleponku. Dia mau balik ke Jakarta untuk bekerja. Dengan berat hati aku memberinya ijin. Aku sendiri hanya sanggup memberi separuh gajiku sampai 3 bulan saja. Alhamdulillah di Jakarta dia bertemu jodohnya. Tanggal 10 Oktober 2004 dia menikah dan sekarang sedang mengandung 6 bulan.

Ada sebongkah harapan...

Sejak sebulan yang lalu aku resmi keluar dari tempat kerjaku. Pada awalnya aku ragu untuk keluar karena berbagai pertimbangan. Tapi dengan tekad bulat, aku terpaksa mengundurkan diri.

Sehari setelah aku keluar dari kantor, aku langsung pulang kampung. Di kampungku banyak yang tidak percaya kalo aku sudah jadi pengangguran. Tapi karena aku lama di kampung (hampir 1 bulan) lama kelamaan banyak juga yang percaya.

Di kampung, tidak banyak kegiatan yang aku lakukan selain bermain dengan ponakan-ponakan dan membantu orang tua sebisaku. Pagi bersih-bersih rumah, siang main dengan ponakan yang masih balita sedang sorenya menggembala sapi punya bapak. Malamnya aku kumpul-kumpul dengan remaja kampung. Praktis aktivitasku tidak membuat otak dan kreativitasku berkembang. Kemudian timbul pikiran, "kalo gini terus, bisa-bisa aku jadi O'on".

Bisa dibayangkan hidup di kampung yang jauh dari media informasi. Nggak ada internet dan koran. Yang ada radio dan televisi. Tapi kedua media tersebut lebih banyak memutar siaran hiburan macam musik dan sinetron. Aku sendiri lebih banyak mengalah sama ponakan-ponakanku serta tetangga yang ikut nonton TV di rumahku. Hampir setiap hari, rumahku yang sederhana dan hampir 100% terbuat dari kayu itu aku bebaskan untuk bermain anak-anak tetangga. Kadang aku heran sendiri dengan anak-anak itu. Meskipun mereka punya TV sendiri di rumahnya, tapi mereka lebih suka nonton TV di rumahku. Padahal acara dan ukuran TV serta fasilitas yang ada di rumahku sama persis dengan punya mereka. Senang juga rumahku jadi basis bermain anak-anak, jadi kelihatan ramai meskipun yang tinggal di rumahku cuman bapak dan ibuku. Kakak-kakaku sudah pada punya rumah sendiri. Tapi anak-anak mereka kalo main dan tidur pasti di rumahku.

Waktu terus berganti. Dari detik menjadi menit. Dari menit menjadi jam. Dari jam menjadi hari. Dari siang berganti malam ketika sang mentari telah tenggelam di balik gunung di ufuk barat. Aku merasa betah tinggal di kampungku. Mau makan tinggal ambil di dapur. Kalo di dapur rumah nggak ada makanan bisa ambil di dapur kakak sulungku. Kalo di dapur kakak sulungku nggak ada makanan, aku bisa ambil di tempat kakakku yang lain. Hidup terasa ringan tanpa beban. Segala kesenangan telah melenakan aku. Aku seperti lupa diri. Lupa bahwa aku punya cita-cita. Sudah menjadi kodrad manusia bahwa kelak aku akan berkeluarga. Kalo makan saja minta sama orang lain, gimana nanti kalo aku sudah berkeluarga?. Masa mau minta sama orang tua juga. Tidak!!! Aku harus bisa mandiri. Aku harus mencari nafkah.

Kira-kira 2 mingguan aku di kampung, ada beberapa SMS dari teman yang ngasih info lowongan kerja. Aku merespon dingin info itu. Aku masih ragu-ragu untuk balik ke Jakarta. Bahkan tanggal 10 Juni yang aku tetapkan sebagai hari akhir aku di kampung, aku langgar dan aku undur lagi waktunya. Baru tanggal 13 Juni aku bener-bener berangkat ke Jakarta. Berat juga meninggalkan kampung halaman. Bimbang juga untuk balik ke Jakarta karena aku nggak tau mau ngapain di Jakarta nantinya. Satu-satunya pekerjaan yang sudah aku pegang adalah maintain komputer sebulan sekali di salah satu kantor di gedung Graha Niaga Sudirman. Tapi tak apa, semua harus dilakoni. Apapun yang terjadi di Jakarta nantinya, aku masih ada adik, kakak dan teman-temanku yang pasti bakalan membantu.

Benar juga. Setibanya di Bekasi, aku langsung ke tempat adikku. Menginap di sana 2 malam sekalian nunggu dia gajian karena aku meminta uang yang dia pinjam. Setelah uang di tangan, aku langsung berangkat ke kontrakan kakaku di Palmerah. Aku ambil beberapa pakaian yang aku titipin di sana. Dari Palmerah, aku langsung ke Pondok Indah tempatku dulu bekerja. Alhamdulillah setelah 1 bulan aku tinggalkan, bekas teman kantor, atasan-atasanku serta mantan boss-ku mengijinkan aku tinggal di kantor. Memang sebelum aku pamitan pulang kampung, aku pernah berpesan bahwa kalo nanti aku balik ke Jakarta aku masih mau tinggal di kantor itu.

Di bekas kantorku, aku bebas untuk tidur, nyuci baju, mandi dan main internetan sesukaku. Mirip sekali dengan waktu aku masih kerja di kantor itu. Hanya saja, aku tidak terima gaji dari mantan boss-ku. Sambil main komputer yang konek internet 24 jam, aku coba-coba cari lowongan kerja di berbagai situs. Aku juga cari lowongan kerja sama teman chattingku. Alhamdulillah ada beberapa teman yang nawarin lowongan kerja ke aku. Ada yang nawarin kerja di Sukabumi, ada yang nawarin kerja di bagian programming dan ada juga yang nyodorin kerjaan buat dibikin web flash untuk company-nya (tawaran terakhir sebenarnya sudah disodorin ke aku sebelum aku mengundurkan diri dan sekarang dalam proses pembuatan). Bekas teman kantorku juga nyuruh aku buat melamar kerja di kantor temannya tapi belum aku lakukan karena berbagai pertimbangan.

Hari ini, aku sedikit punya kejutan. Teman chattingku yang sudah lama tidak ketemu nawarin aku buat jadi penulis. Menurutnya aku bisa jadi penulis setelah dia melihat tulisanku di blog ini. Aku sedikit tercengang karena aku merasa tidak punya bakat ke arah itu. Tapi dia memotivasi aku untuk mencoba menulis. Dia memang tau banyak soal karya tulis karena dia bekerja sebagai editor di salah satu penerbitan. Beberapa buku terbitan penerbit itu sudah aku baca. Menurutnya, tulisanku ada yang bisa dibukukan seperti tulisan-tulisan orang lain yang sudah diterbitkan penerbit itu.

Dari tawarannya itu, aku jadi tergugah untuk mencobanya. Aku yang tadinya nggak PD nulis diary-ku jadi bersemangat untuk menulis. Beberapa tulisanku yang sudah aku posting di Bloggerku aku posting juga ke Blog Friendsterku. Aku berharap ada orang lain seperti dia yang mau memperhatikan tulisanku sekaligus memberi kritik dan saran yang membangun.

Puisi pesenan WIDI di Medan

Dasar cewek, minta dibikinin puisi buat cowoknya eh malah takut ngirim. Katanya terlalu romantis... Hehehehe...

---------------------------------------------------

Buat Cintaku di Surabaya

Buat engkau yang ada di sana...
Yang tidak terlihat seperti apa wujudnya...
Kusapa engkau dengan kata-kata...
Apa kabarmu duhai sang arjuna.

Saat ini aku lelah dan sepi...
Menanti engkau yang tak kunjung tiba...
Datanglah wahai engkau yang ada di hati...
Untuk mengobati diriku yang lara.

Kupandangi layar monitorku...
Berharap engkau sudi menyapaku...
Lewat kata-kata yang sendu mendayu...
Katakan sejujurnya engkau sayang padaku.

Wahai arjunaku...
Kenapa engkau tidak kunjung hadir di sini...
Demi Tuhan aku sayang padamu...
Tak ada yang dapat menghalangi cinta suci ini.

Rinduku untukmu...
Kangenku untukmu...
Kasihku untukmu...
Segalanya untumu.

semoga cinta kita abadi...
Dalam ridho sang Ilahi...
Hingga ajal menjemput nanti...
Di Surga Abadi bertemu kembali.

Amin ya robbal 'alamin

Friday, June 17, 2005

Puisi Pagi Hari...

Dasar pengangguran...
Mandi, nyuci, tidur dan main internetan nebeng di kantor lama...
Mau ngekost uang masih keteteran...
Asal bisa kenyang, beli makan di warteg dengan lauk seadanya...

Pagi-pagi nyeterika baju buat ke Graha Niaga...
Sayang sekali peralatanku ada di loker Mbak Sisca...
Buka komputer login dengan user ID dan password lama...
Sedih sekali, userku masih ada tapi password sudah gak terbaca...

Aku coba pake user biasa...
Alhamdulillah aku masih bisa akses pada akhirnya...
Buka YM dan browser buat buka email dan berita...
Wow..., YM online sayang gak ada yang nyapa...

Jam 9:45 mantan boss tiba...
Bareng Demas sang anak kesayangannya...
Menyapaku sambil berlalu ke ruangnya...
Kucium pipi Demas sambil berkata "Happy Birthday" ya...

Nunggu mbak Sisca nggak tiba juga...
Balik ke meja buat browsing dan ber-YM ria...
Satu dua teman YM saling menyapa...
Tanya kabar dan dimana kini aku berada...

Terlena dengan chatting dan browsing...
Sudah lupa niat ke Graha Niaga yang sebenarnya penting...
Nonton TV acaranya garing...
Enaknya ngapain ya biar nggak berasa boring?!?

Puisinya Pengangguran...

Hampir sebulan aku gak pegang komputer...
Maklum kini aku dah jadi penganggur...
Hampir sebulan aku gak buka friendster...
Mohon ampun kalo jarang negur...

Hari ini aku dah ada di sini...
Dekat komputer yang online setiap hari...
Niatnya pengen nulis diary...
Apa daya mata dah perih dan waktu menjelang pagi...

Salam jumpa kawan baru dan lama...
Selamat menempuh hidup baru temanku yang di sana...
Kebahagiaan ada pada kalian berdua....
Doa restuku semoga kalian bahagia...

Kepada kawanku yang masih berkirim kabar...
Kuhaturkan terima kasih tiada terkira...
Ingat aku kalo kalian nanti jadi orang besar...
Siapa tau aku nanti ketularan pada akhirnya... (AMIN)

Entah ini syair apa puisi...
Ada salah mohon dipersorry...
Lain waktu disambung kembali...
Selamat tidur sampai berjumpa lagi....